Dusun Legetang yang hilang dalam semalam 61 tahun silam kini tinggal
kenangan. Cerita kawasan itu pun hanya bisa terlihat lewat prasasti yang
tertanam kokoh di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten
Banjarnegara.
Ya, tugu itulah yang menjadi saksi bisu keberadaan Du - sun Legetang
sejak terkubur longsoran tanah pada 16 atau 17 April 1955. Dalam tugu
ter - sebut ada prasasti yang menye - but kan 332 nama penduduk Du sun
Legetang dan 19 orang tamu dari desa lain tewas karena longsornya Gunung
Penga - mun-amun yang sebetulnya ber jarak cukup jauh dari dusun
tersebut. Untuk menyusuri bekas Dusun Legetang itu hanya bisa melewati
jalan berbatu.
Dulu akses jalan tersebut cuma satu-satunya menuju dusun. Namun, kini
jalan tersebut sering dilalui kendaraan milik petani dan mobil
pengangkut pupuk serta hasil pertanian, terutama kentang. Bahkan,
kondisi jalan tersebut bila turun hujan berubah menjadi licin dan
membahayakan. Jika mengendarai sepeda motor tentu harus berhatihati
karena jalannya menanjak.
Kurang lebih 20 menit kemudian akan menemukan bangunan beton setinggi 10
meter yang berdiri kokoh. Bangunan beton itu berdiri di tengah-tengah
lahan pertanian dan berada di sebelah kiri jalan. “Itu prasasti yang
menjadi bukti bahwa Desa Legetang pernah ada,” ujar Tri Susanto, 27,
warga asal Pekasiran yang kini tinggal di Kaliputih, Sum - berejo,
Batur.
Dulu pascakejadian longsor Gunung Penga - mun-amun yang menghilang - kan
Dusun Legetang, selain membangun tugu beton, pe - merintah juga
memasang pra - sasti terbuat dari bahan besi. Prasasti itu kemudian di
tempelkan di dinding beton tersebut bertuliskan huruf kapital dengan
ejaan lama.
Di situ tertulis: TUGU PERI - NGAT AN ATAS TEWASNJA 332 ORANG PENDUDUK
DUKUH LEGETANG SERTA 19 ORANG TAMU DARI LAIN-LAIN DESA SEBAGAI AKIBAT
LONGSORNJA GUNUNG PENGAMUNAMUN PADA TG. 16/17-4- 1955. “Namun, lempengan
tulisan tersebut sudah hilang.
Kemungkinan diambil orangorang yang tidak bertanggung jawab,” kata Tri. H
Mad Toyib, 72, warga Ke - pakisan, Desa Kepakisan me - nambahkan, tugu
beton tersebut dulunya dibangun Pemkab Banjarnegara sebagai simbol
pernah terjadinya longsor di Du sun di Legetang. “Saya su - dah enggak
ingat yang bangun Pak Bupati, siapa?” ujar Toyib. Sekalipun dalam
prasasti tertulis tewasnya 332 orang dan 19 orang tamu, namun Toyib
yakin ada sekitar 355 warga Dusun Legetang dan 13 tamu yang tewas dalam
kejadian itu.
Dari 13 tamu yang ikut tewas, kebanyakan berprofesi sebagai pedagang,
yakni pedagang pindang, rese, tongkol, serta pedagang atap rumah
berbahan dedaunan. “Mereka itu berjualan kemudian menginap. Mereka juga
juga turut menjadi korban,” kata Toyib, yang juga petani kentang itu.
Menurut Toyib, dari peristiwa tersebut hanya dua orang yang selamat dari
kematin, yakni Mbok Rana dan Parmi (keduanya merupakan istri Kepala
Dusun Legetang, Rana).
Ketika itu, Kadus Legetang atau dikenal dengan sebutan Bau memiliki 4
istri. Namun demikian, kedua orang itu kini telah wafat, bahkan Parmi
baru meninggal beberapa tahun lalu. “Dari seluruh warga yang ada, hanya 2
orang yang selamat. Sedangkan yang lainnya terkubur dalam tanah dan
hanya 20 jasad yang berhasil ditemukan,” ujar Toyib.
Jasad yang ditemukan pascalongsoran itu kemudian dimakam kan di de - kat
tugu beton. Namun seiring - nya waktu, prasasti yang jadi monumen
bersejarah dusun yang tertempel di tugu tersebut, telah raib lima tahun
lalu. “Kami kurang paham mengenai kehidupan warga Dusun Legetang di masa
lalu. Apalagi, kami tidak memiliki data valid mengenai kejadian
tersebut,” kata Kepala Desa Pekasiran Muhammad Fadlulloh.
Hal serupa juga di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjar - negara. Bahkan,
saat KORAN SINDO bermaksud menanya - kan kejadian 61 tahun silam
tersebut, pengawai di Kecamatan Batur kebanyakan tidak mengetahui.
Selain itu, di kecamatan juga tidak memiliki data tentang kejadian Dusun
Legetang. Meski demikian, kebanyakan mereka hanya mendengar cerita dari
mulut ke mulut. “Saya dengar cerita dari orang-orang saja,” ujar
seorang pengawai kecamatan. l(bersambung)
EKO SUSANTO
Banjarnegara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar